Kamis, 03 November 2016

MENGANALISIS MASALAH-MASALAH MORAK MAHASISWA SAAT INI


Masalah moral pada mahasiswa
Beraneka ragam tingkah laku atau perbuatan remaja yang menyimpang dari moral sering menimbulkan kegelisahan dan permasalah terhadap orang lain. Penyimpangan moral tersebut dapat berwujud sebagai kenakalan atau kejahatan. Berikut di bawah ini adalah beberapa contoh dari penyimpangan –peyimpangan moral pada remaja yang sering terjadi dan muncul dalam media-media pemberitaan.

1.  Perkosaan
Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin raperen yang berarti mencuri, memaksa,merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan  dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto, 1997).
Sejak tahun 2012 hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rician per tahun kasus aborsi 750 ribu per tahun atau 7 ribu dalam sehari dan 30 persen pelakunya adalah remaja SMP dan SMA. Fenomena tingginya remaja melakukan aborsi karena akibat perkosaan dan hubungan suka sama suka (Ardiantofani, 2014). Dalam Republika.co.id (Sadewo, 2014), Indonesia Police Watch (IPW) melihat kecenderungan  meningkatnya angka perkosaan di Indonesia tahun ini.  Menurut Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, meski belum memiliki angka pasti untuk tahun ini, namun kecenderungan tersebut telah terlihat. Tahun 2013 setiap bulan tiga sampai empat kasus perkosaan di seluruh indonesia. Tahun 2014, empat hingga enam setiap bulan. Tercatat, hingga 50 persen pelaku perkosaan adalah anak berusia di bawah 20 tahun. Sebagian dari para remaja memperkosa teman perempuannya.

2.  Tawuran
Istilan tawuran sering dilakukan pada sekelompok remaja terutama oleh para pelajar sekolah, yang akhir-akhir ini sudah tidak lagi menjadi pemberitaan dan pembicaraan yang asing lagi. Kekerasan dengan cara tawuran sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang sangat efektif yang dilakukan oleh para remaja. Hal ini seolah menjadi bukti nyata bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal yang bersifat anarkis, premanis, dan rimbanis. Tentu saja perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam perkelahian atau tawuran itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang tidak terlibat secara langsung (Julianti, 2013).
3.  Pergaulan Bebas
Dewasa ini pergaulan bebas yang mengarah pada perilaku sex pra nikah (berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju, memegang buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas baju, memegang alat kelamin di bawah celana, dan melakukan senggama) sudah menjadi sesuatu yang biasa, padahal hal tersebut tidak boleh terjadi (Samino, 2012).
Dalam kehidupannya, remaja tidak akan pernah lepas dari apa yang dinamakan “percintaan”. Hampir seluruh remaja di dunia, termasuk Indonesia, mempunyai suatu budaya untuk mengekspresikan percintaan tersebut, yakni dengan apa yang biasa disebut “pacaran”. Pacaran merupakan hal yang sudah lazim di kalangan remaja saat ini. Cara mereka mengisi pacaran pun bermacam-macam, mulai dari yang biasa sampai yang luar biasa yang tidak diterima karena telah melanggar ketentuan norma yang ada. Salah satu cara yang paling tidak diterima di masyarakat adalah seks bebas (Karmila, 2011).

 4.  Penggunaan Narkoba
Globalisasi dan modernisasi tidak dapat dipungkiri lagi telah mendatangkan keuntungan bagi manusia. Arus informasi yang masuk ke negeri ini semakin sulit dibendung. Dampak negatifnya, banyak remaja yang terjerumus mengikuti budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, misalnya seks pranikah dan maraknya penyalahgunaan Narkoba (Primatantari dan Kahono, Unknown Time).
Pengguna narkoba biasanya dimulai dengan coba-coba yang bertujuan sekedar memenuhi rasa ingin tahu remaja, namun sering keinginan untuk mencoba ini menjadi tingkat ketergantungan. Tingkat pengguna narkoba sendiri dapat dibagi menjadi (1) pemakai coba-coba, pemakaian sosial (hanya untuk bersenang-senang), (2) pemakaian situasional (pemakaian pada saat tegang, sedih, kecewa dan lain-lain), (3) penyalahgunaan (pengunaan yang sudah bersifat patologis) dan (4) tahap yang lebih lanjut atau
Sejak 2010 sampai 2013 tercatat ada peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba.

MENGANALISIS MENGENAI FUNGSI KELUARGA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN SEORANG ANAK


Fungsi Keluarga dalam pembentukan kepribadian anak
Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu.

Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya. Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian anak.

Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru lahir, tahnik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak.

Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan.

Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga.

Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh.

Faktor-faktor (genetik dan lingkungan) secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus dipertekankan lebih keras.

Konteks kepribadian yang sudah didefinisikan pada pembahasan di atas tidak ada kaitannya dengan kepribadian baik atau buruk, akan tetapi dalam tulisan ini penulis berusaha mengkaji kepribadian yang baik dan positif dalam bingkai peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak. Kedua orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya.

Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia.

Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insani (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.